TEORI BELAJAR
- SKINNER
B.F.
Skinner (104-1990) berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan
pendekatan model instruksi langsung (directed instruction) dan meyakini bahwa
perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning. Gaya mengajar guru
dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru
melalui pengulangan (drill) dan latihan (exercise). Manajemen kelas menurut
Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku (behavior modification)
antara lain dengan penguatan (reinforcement) yaitu memberi penghargaan pada
perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan pada perilaku yang tidak
tepat.
Operant
Conditioning atau pengkondisian operan adalah suatu proses penguatan perilaku
operan (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku
tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Perilaku operan adalah perilaku yang dipancarkan secara spontan dan bebas
berbeda dengan perilaku responden dalam pengkondisian Pavlov yang muncul karena
adanya stimulus tertentu. Contoh perilaku operan yang mengalami penguatan
adalah: anak kecil yang tersenyum mendapat permen oleh orang dewasa yang gemas
melihatnya, maka anak tersebut cenderung mengulangi perbuatannya yang semula
tidak disengaja atau tanpa maksud tersebut. Tersenyum adalah perilaku operan
dan permen adalah penguat positifnya.
Skinner
membuat eksperimen sebagai berikut: dalam laboratorium, Skinner memasukkan
tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut “Skinner box”, yang sudah
dilengkapi dengan berbagai peralatan, yaitu tombol, alat memberi makanan,
penampung makanan, lampu yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat
dialiri listrik. Karena dorongan lapar (hunger drive), tikus berusaha keluar
untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak kesana-kemari untuk keluar dari
box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal
diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan
si tikus, proses ini disebut shaping.
Berdasarkan
berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati, Skinner menyatakan bahwa
unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya
adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulu-respon akan semakin
kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu
penguatan positif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan
terjadinya pengulangan tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat
mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang. Bentuk-bentuk penguatan
positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan
kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau
penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara
lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau
menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa
dll).
·
Beberapa
prinsip belajar Skinner antara lain:
1. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa,
jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas
sendiri.
5. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun
ini lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
6. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan
sebagainya. Hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasio
reinforcer.
7. Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
B. Aplikasi Teori
Skinner Terhadap Pembelajaran
1. Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit
secara organis.
2. Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa,
jika salah dibetulkan dan jika benar diperkuat.
3. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
4. Materi pelajaran digunakan sistem modul.
5. Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
6. Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas
sendiri.
7. Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
8. Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk
mengindari pelanggaran agar tidak menghukum.
9. Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
10. Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu)
11. Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil,
semakin meningkat mencapai tujuan.
12. Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan shaping.
13. Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku
operan.
14. Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine.
15. Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan
secara tuntas menurut waktunya masing-masing karena tiap anak berbeda-beda
iramanya. Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu yang berbeda-beda. Tugas
guru berat, administrasi kompleks.
C. Kelebihan dan
Kekurangan Teori Skinner
1. Kelebihan
Pada
teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini
ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan
adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan
terjadinya kesalahan.
2. Kekurangan
Tanpa
adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan dapat membuat anak didik menjadi
kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. hal tersebuat akan menyulitkan
lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery learning,
tugas guru akan menjadi semakin berat.
Beberapa
Kekeliruan dalam penerapan teori Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai
salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa. Menurut Skinner hukuman yang baik
adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya. Misalnya anak
perlu mengalami sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan.
Penggunaan hukuman verbal maupun fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan,
cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada siswa.
Selain
itu kesalahan dalam reinforcement positif juga terjadi didalam situasi
pendidikan seperti penggunaan rangking Juara di kelas yang mengharuskan anak
menguasai semua mata pelajaran. Sebaliknya setiap anak diberi penguatan sesuai
dengan kemampuan yang diperlihatkan sehingga dalam satu kelas terdapat banyak
penghargaan sesuai dengan prestasi yang ditunjukkan para siswa: misalnya
penghargaan di bidang bahasa, matematika, fisika, menyanyi, menari atau
olahraga.
- Edward Lee Thorndike
Edward
Lee Thorndike meski secara teknis seorang fungsionalis, namun ia telah
membentuk tahapan behaviorisme Rusia dalam versi Amerika. Thorndike (1874-1949)
mendapat gelar sarjananya dari Wesleyan University di Connecticut pada tahun
1895, dan master dari Harvard pada tahun 1897. Ketika disana, dia mengikuti
kelasnya Williams James dan merekapun cepat menjadi akrab. Dia menerima bea
siswa di Colombia, dan mendapatkan gelar PhD-nya tahun 1898. Kemudian dia
tinggal dan mengajar di Colombia sampai pension pada tahun 1940.
Dia
menerbitkan suatu buku yang berjudul “Animal intelligence, An experimental
study of associationprocess in Animal”. Buku ini yang merupakan hasil
penelitian Thorndike terhadap tingkah beberapa jenis hewan seperti kucing,
anjing, dan burung.yang mencerminkan prinsip dasar dari proses belajar yang
dianut oleh Thorndike yaitu bahwa dasar dari belajar (learning) tidak laian
sebenaranya adalah asosiasi, suatu stimulum akan menimbulkan suatu respon
tertentu.
Teori
ini disebut dengan teori S-R. dalam teori S-R di katakan bahwa dalam proses
belajar, pertama kali organisme (hewan, orang) belajar dengan cara coba salah
(trial end error). Kalau organisme berada dalam suatu situasi yang mengandung
masalah, maka organisme itu akan mengeluarkan serentakan tingkah laku dari
kumpulan tingkah laku yang ada padanya untuk memecahkan masalah itu.
Berdasarkan pengalaman itulah , maka pada saat menghadai masalah yang serupa,
organisme sudah tahu tingkah laku mana yang harus di keleluarkan nya untuk
memecahkan masalah. Ia mengasosiasikan suatu masalah tertentu dengan suatu
tingkah laku tertentu. Seekor kucing misalnya, yang dimasukkan dalam kandang
yang terkunci akan bergerak, berjalan, meloncat, mencakar dan sebagainya sampai
suatu saat secara kebetulan ia menginjak suatu pedal dalam kandang itu sehingga
kandang itu terbuka. Sejak itu, kucing akan langsung menginjak pedal kalau ia
dimasukkan dalam kandag yang sama.
A.
Teori Belajar yang Dikemukakan Edward Lee Thorndike
Pada
mulanya, pendidikan dan pengajaran di Amerika Serikat di dominasi oleh pengaruh
dari Thorndike (1874-1949) teori belajar Thorndike di sebut “ Connectionism”
karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan
respon. Teori ini sering juga disebut “Trial and error” dalam rangka menilai
respon yang terdapat bagi stimulus tertentu, Thorndike mendasarkan teorinya
atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku beberapa binatang antara
lain kucing, dan tingkah laku anak-anak dan orang dewasa.
Objek
penelitian di hadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan membiarkan
objek melakukan berbagai pada aktivitas untuk merespon situasi itu, dalam hal
ini objek mencoba berbagai cara bereaksi sehingga menemukan keberhasilan dalam
membuat koneksi sesuatu reaksi dengan stimulasinya.
·
Ciri-ciri
belajar dengan trial and error :
1.Ada
motif pendorong aktivitas
2.ada
berbagai respon terhadap situasi
3.ada
aliminasi respon-respon yang gagal atau salah
4.ada
kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu.
B.
Hukum-Hukum yang digunakan Edward Lee Thorndike
1.
Hukum latihan :
Hukum
ini pada dasarnya sama dengan hukum prekuensinya Aristoteles, jika asosiasi
(atau koneksi neural) lebih sering digunanakan, maka koneksinya akan lebih
kuat, sedangkan yang paling kurang penggunaannya, maka paling lemahlah
koneksinya, dua hal inilah yang berturut-turut disebut dengan hukum kegunaan
dan ketidak bergunaan.
2.
Hukum efek
Ketika
sebuah asosiasi kemudian di ikuti dengan keadaan yang memuaskan, maka hasilnya
menguat begitu juga sebaliknya ketika sebuah asosiasi di ikuti dengan
keadaanyang memuaskan, maka koneksinya melemah, kecuali untuk bahasa
“mentalistik’ (kepuasan bukanlah prilaku), karena hal itu sama dengan pengondisian
operasi (operation Conditioning)-nya Skiner. Pada tahun 1929, penelitiannya
telah membawanya keluar dari semua dal diatas kecuali apa yang yang kita sebut
sekarang dengan penguatan (reinforcement).
Thorndike
yang dikenal karena kajiannya tentang Transfer pelatihan (Transfer or
Training), kemudian ia percaya (dan masih sering percaya) bahwa mengkaji
subjek-subjek sulit meskipun anda tidak akan pernah menggunakannya. Adalah
bagus buat anda karena hal itu memperkuat pikiran anda. Hal ini adalah sejenis
latihan yang bias memperkuat otot-otot anda. Hal itu kemudian di gunakan
kembali untuk membenarkan cara anak belajar bahasa latin, seperti halnya yang
digunakan saat ini. untuk membenarkan cara anak belajar kalkulus. Namun dia
menyatakan bahwa hanya keserupaan objek kedua dengan yang pertama sama saja
yang bias mengarah pada pembelajaran yang meningkat hasilnya dalam subjek
kedua. Jadi bahasa latin mungkin membantu anda belajar bahasa Italia, atau
belajar aljabar mungkin membantu anda belajar kalkulus, tetapi bahasa latin
tidak akan pernah membantu anda belajar kalkulus atau hal-hal lain yang
berbeda.
o Kesimpulan :
Dari
uraian diatas maka dapat diambil berapa kesimpulan :
1.
Teori
belajar yang dekemukakan Edward Lee Thorndike disebut dengan teori
Connectionism atau dapat juga di sebut Trial and Error Learning.
2.
Ciri-ciri
Belajar dengan Trial and error adalah :
a.
Ada
motif pendorong aktivitas
b.
Ada
berbagai respon terhadap situasi
c.
Ada
eliminasi respon-respon yang gagal atau salah
d.
Ada
kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan
3.
Hukum-hukum
yang digunakan Edward Lee adalah hukum latihan dan hukum efek.
A. Teori Belajar
Behaviorisme
Menurut teori behaviorime bahwa belajar terjadi bila
perubahan dalam bentuk tingkah laku dapat diamati, bila kebiasaan berperilaku
terbentuk karena pengaruh sesuatu atau karena pengaruh peristiwa-peristiwa yang
terjadi di lingkungan sekitar. Teori behaviorisme berpandangan bahwa belajar
terjadi melalui operant conditioning.
Jika
seseorang menunjukkan perilaku belajar yang baik akan mendapatkan hadiah dan
kepuasan. Peserta didik yang telah mendapatkan hadiah sebagai penguatan akan
semakin meningkatkan kualitas perilaku belajarnya. Sebaliknya, jika peserta
didik menunjukkan perilaku belajar yang tidak baik akan mendapatkan hukuman
dari guru atau orangtua dengan sasaran agar peserta didik dapat merubah
perilaku belajarnya yang tidak baik tersebut.
Penguatan atau reinforcement yang diberikan kepada peserta didik terdiri atas dua macam, yaitu penguatan positif dan negatif. Baik penguatan positif maupun penguatan negatif, keduanya dapat meningkatkan respon dari peserta didik. Penguatan positif ialah stimulus yang bila ditambahkan dalam suatu situasi akan memperkuat individu dalam memberikan respon. Sedangkan penguatan negatif adalah suatu stimulus yang bila dipindahkan dari suatu situasi memperkuat kemungkinan terjadinya respon. Penguatan negative tidak sama dengan hukuman. Penguatan negative memberikan stimulus tingkah laku, sedangkan hukuman dirancang untuk menghentikan perilaku.
Ada dua penerapan penting teori behaviorisme dari Skinner dalam dunia pendidikan, yaitu: (1) modifikasi perilaku yang menggunakan prinsip-prinsip teori behaviorisme dan penerapannya untuk mengubah perilaku anak dengan cara yang sangat spesifik dan menggunakan sistem hadiah dan (2) pengajaran yang terprogram memiliki dua acuan, yaitu (a) cara umum untuk merancang dan menyajikan pengajaran dan (b) suatu produk tertentu (seperti program televisi, mesin pengajaran, naskah, dan slide tape) merupakan produk pemrograman pengajaran yang disajikan dalam satuan-satuan kecil disertai umpan balik segera setelah setiap satuan dipelajari (Moeslichatoen, 1989:11).
Penguatan atau reinforcement yang diberikan kepada peserta didik terdiri atas dua macam, yaitu penguatan positif dan negatif. Baik penguatan positif maupun penguatan negatif, keduanya dapat meningkatkan respon dari peserta didik. Penguatan positif ialah stimulus yang bila ditambahkan dalam suatu situasi akan memperkuat individu dalam memberikan respon. Sedangkan penguatan negatif adalah suatu stimulus yang bila dipindahkan dari suatu situasi memperkuat kemungkinan terjadinya respon. Penguatan negative tidak sama dengan hukuman. Penguatan negative memberikan stimulus tingkah laku, sedangkan hukuman dirancang untuk menghentikan perilaku.
Ada dua penerapan penting teori behaviorisme dari Skinner dalam dunia pendidikan, yaitu: (1) modifikasi perilaku yang menggunakan prinsip-prinsip teori behaviorisme dan penerapannya untuk mengubah perilaku anak dengan cara yang sangat spesifik dan menggunakan sistem hadiah dan (2) pengajaran yang terprogram memiliki dua acuan, yaitu (a) cara umum untuk merancang dan menyajikan pengajaran dan (b) suatu produk tertentu (seperti program televisi, mesin pengajaran, naskah, dan slide tape) merupakan produk pemrograman pengajaran yang disajikan dalam satuan-satuan kecil disertai umpan balik segera setelah setiap satuan dipelajari (Moeslichatoen, 1989:11).
B. Teori Psikologi Kognitif
Bruner
sebagai ahli teori belajar psikologi
kognitif memandang proses belajar itu sebagai tiga proses yang
berlangsung secara serempak, yaitu (1) proses perolehan informasi baru, (2)
proses transformasi pengetahuan, dan (3) proses pengecekan ketepatan dan
memadainya pengetahuan tersebut. Informasi baru dapat merupakan
penyempurnaan pengetahuan terdahulu atau semacam kekuatan yang berpengaruh
kepada pengetahuan terdahulu seseorang. Misalnya seseorang mempelajari sistem
sirkulasi darah secara rinci setelah kurang jelas mempelajari tentang sirkulasi
darah tersebut.
Dalam transformasi pengetahuan, orang menggunakan pengetahuan untuk menyesuaikan dengan tugas-tugas (masalah) baru yang dihadapi. Jadi transformasi memungkinkan kita dapat menggunakan informasi di luar jangkauan informasi itu dengan cara ekstrapolasi (membuat estimasi berdasarkan informasi itu) atau dengan interpolasi (untuk mempergunakan informasi) atau mengubah informasi ke dalam bentuk lain (Moeslichatoen, 1989:12).
Dalam transformasi pengetahuan, orang menggunakan pengetahuan untuk menyesuaikan dengan tugas-tugas (masalah) baru yang dihadapi. Jadi transformasi memungkinkan kita dapat menggunakan informasi di luar jangkauan informasi itu dengan cara ekstrapolasi (membuat estimasi berdasarkan informasi itu) atau dengan interpolasi (untuk mempergunakan informasi) atau mengubah informasi ke dalam bentuk lain (Moeslichatoen, 1989:12).
Bruner
memandang belajar sebagai "instrumental
conceptualisme" yang mengandung makna adanya alam
semesta sebagai realita hanya dalam pikiran manusia. Oleh karena itu, pikiran
manusia dapat membangun gambaran mental yang sesuai dengan pikiran umum pada
konsep yang bersifat khusus. Hal ini berbeda dengan realisme dan nominalisme.
Pandangan Bruner tentang belajar berpusat kepada dua prinsip mengenai hakekat proses
dalam memahami: (1) pengetahuan tentang dunianya didasarkan kepada bangunan
model tentang kenyataan yang dimilikinya dan (2) model-model itu semula
diadopsi dari budaya seseorang kemudian model itu diadaptasi penggunaannya
secara perseorangan (Moeslichatoen, 1989:13). Semakin bertambah dewasa
kemampuan kognitif seseorang, maka semakin bebas seseorang memberikan respon
terhadap stimulus yang dihadapi. Perkembangan itu banyak tergantung kepada
peristiwa internalisasi seseorang ke dalam sistem penyimpanan yang sesuai
dengan aspek¬-aspek lingkungan sebagai masukan.
Teori belajar psikologi kognitif menfokuskan perhatiannya kepada bagaimana
dapat mengembangkan fungsi kognitif individu agar mereka dapat belajar dengan
maksimal. Faktor kognitif bagi teori belajar kognitif merupakan faktor pertama
dan utama yang perlu dikembangkan oleh para guru dalam membelajarkan peserta
didik, karena kemampuan belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh sejauh
mana fungsi kognitif peserta didik dapat berkembang secara maksimal dan optimal
melalui sentuhan proses pendidikan.
Peranan guru
menurut teori belajar psikologi kognitif ialah bagaimana dapat mengembangkan
potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik. Jika potensi kognitif yang
ada pada setiap peserta didik telah dapat berfungsi dan menjadi aktual oleh
proses pendidikan di sekolah, maka peserta akan mengetahui dan memahami serta
menguasai materi pelajaran yang dipelajari di sekolah melalui proses belajar
mengajar di kelas.
Oleh karena
itu, para ahli teori belajar psikologi kognitif berkesimpulan bahwa salah satu
faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran di kelas ialah
faktor kognitif yang dimiliki oleh peserta didik. Faktor kognitif merupakan
jendela bagi masuknya berbagai pengetahuan yang diperoleh peserta didik melalui
kegiatan belajar mandiri maupun kegiatan belajar secara kelompok.
Pengetahuan tentang kognitif peserta didik perlu dikaji secara mendalam oleh para calon guru dan para guru demi untuk menyukseskan proses pembelajaran di kelas. Tanpa pengetahuan tentang kognitif peserta didik guru akan mengalami kesulitan dalam membelajarkan peserta didik di kelas yang pada akhirnya mempengaruhi rendahnya kualitas proses pendidikan yang dilakukan oleh guru di kelas melalui proses belajar mengajar antara guru dengan peserta didik.
Pengetahuan tentang kognitif peserta didik perlu dikaji secara mendalam oleh para calon guru dan para guru demi untuk menyukseskan proses pembelajaran di kelas. Tanpa pengetahuan tentang kognitif peserta didik guru akan mengalami kesulitan dalam membelajarkan peserta didik di kelas yang pada akhirnya mempengaruhi rendahnya kualitas proses pendidikan yang dilakukan oleh guru di kelas melalui proses belajar mengajar antara guru dengan peserta didik.
C. Teori Belajar Humanisme
Ahli
humanisme yang diwakili oleh Carl R. Rogers kurang menaruh perhatian kepada
mekanisme proses belajar maupun emosional peserta didik. Oleh karena itu,
menurut teori belajar humanisme bahwa motivasi belajar harus bersumber
pada diri peserta didik (Morris, 1982).
Rogers (Morris, 1982) membedakan dua ciri belajar, yaitu (1) belajar yang bermakna dan (2) belajar yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran, akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik.
Roger (Morris, 1982) sebagai ahli dari teori belajar humanisme mengemukakan beberapa prinsip belajar yang penting, yaitu: (1) manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru, (2) belajar akan lebih cepat lebih bermaka bila akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan siswa, (3) belajar dapat ditingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar, (4) belajar secara partisipatif jauh lebih efektif daripada belajar secara pasif dan orang belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri, (5) belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun perasaan akan lebih baik dan tahan lama, dan (6) kebebasan, kreativitas, dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri sendiri dan evaluasi dari orang lain tidak begitu penting.
Rogers (Morris, 1982) membedakan dua ciri belajar, yaitu (1) belajar yang bermakna dan (2) belajar yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran, akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik.
Roger (Morris, 1982) sebagai ahli dari teori belajar humanisme mengemukakan beberapa prinsip belajar yang penting, yaitu: (1) manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru, (2) belajar akan lebih cepat lebih bermaka bila akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan siswa, (3) belajar dapat ditingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar, (4) belajar secara partisipatif jauh lebih efektif daripada belajar secara pasif dan orang belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri, (5) belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun perasaan akan lebih baik dan tahan lama, dan (6) kebebasan, kreativitas, dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri sendiri dan evaluasi dari orang lain tidak begitu penting.
Bagaimana
proses belajar dapat terjadi menurut teori belajar humanisme?. Orang
belajar karena ingin mengetahui dunianya. Individu memilih sesuatu untuk
dipelajari, mengusahakan proses belajar dengan caranya sendiri, dan menilainya
sendiri tentang apakah proses belajarnya berhasil.
Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar siswa menurut pandangan teori humanisme adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam: (1) membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar siswa bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu siswa untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar, (3) membantu siswa untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada siswa, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai siswa sebagaimana adanya (Morris, 1982).
Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar siswa menurut pandangan teori humanisme adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam: (1) membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar siswa bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu siswa untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar, (3) membantu siswa untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada siswa, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai siswa sebagaimana adanya (Morris, 1982).
D. Teori Belajar Sosial
Teori
belajar sosial ini
dikembangkan oleh Bandura yang merupakan perluasan dari teori
belajar perilaku yang tradisional. Teori belajar sosial ini menekankan bahwa
lingkungan-lingkungan yang dihadapkan kepada seseorang tidak random,
lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui
perilakunya. Suatu perspektif belajar sosial menganalisis hubungan kontinyu
antara variabel-variabel lingkungan, ciri-ciri pribadi, dan perilaku terbuka
dan tertutup seseorang. Perpektif-perspektif
ini menyediakan interpretasi-interpretasi tentang bagaimana terjadi belajar
sosial dan bagaimana kita mengatur perilaku kita sendiri (Dahar, 1992:28).
Konsep-konsep utama dari teori belajar sosial ialah sebagai berikut:
1. Pemodelan (Modelling)
Menurut
teori belajar sosial tentang modeling, yaitu bahwa peserta didik atau individu
melakukan aktivitas belajar dengan cara meniru perilaku orang lain, dan
pengalaman vicarious, yaitu belajar dari kegagalan dan keberhasilan orang lain.
Bandura merasa bahwa sebagian besar belajar yang dialami oleh manusia, tidak
dibentuk dari konsekuensi-konsekuensi melainkan dibentuk atau belajar dari
suatu model. (Dahar, 1992:28). Sebagai contoh guru olah raga mencontohkan
kepada siswa tentang cara main sepak bola
yang
baik, maka siswa
menirunya.
2. Fase Belajar
Menurut
Bandura (Dahar, 1992:28) ada empat fase belajar dari model, yaitu fase perhatian, fase retensi,
fase reproduksi, fase motivasi lalu muncul dalam bentuk penampilan. Pada fase
perhatian dalam belajar observational ialah memberikan perhatian kepada suatu
model. Pada umumnya siswa memberikan perhatian kepada model-model yang menarik,
berhasil, menimbulkan minat, dan popular. Itulah sebabnya banyak siswa-siswa
remaja dengan mudah dan cepat meniru model-model pakaian trendi karena menarik
perhatian, sekalipun model pakaian tersebut mengabaikan aspek normatif dan
etika dalam berbusana.
Pada fase retensi siswa dilatih agar dapat tetap mengingat berbagai hal yang telah dipelajari melalui proses pengamatan di lapangan. Hanya dengan mengingat berbagai hal yang telah diamati oleh pancaindera siswa, maka siswa tersebut akan dapat belajar dengan baik, sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang baik. Pada fase reproduksi, siswa diharapkan dapat mengingat kembali pesan dan kesan dari berbagai materi atau bahan pelajaran yang dipelajari melalui pengamatan. Sedangkan pada fase motivasi, yaitu bagaimana para siswa dengan melalui fase perhatian, fase retensi, dan fase reproduksi, mereka termotivasi untuk aktif melakukan proses belajar melalui pengamatan dan akan diwujudkannya dalam penampilan perilaku yang dapat diamati oleh guru di kelas. Oleh karena itu, teori belajar sosial lebih menekankan proses belajar melalui peniruan model yang diamati melalui interaksi belajar secara sosial di lingkungan sosial.
Pada fase retensi siswa dilatih agar dapat tetap mengingat berbagai hal yang telah dipelajari melalui proses pengamatan di lapangan. Hanya dengan mengingat berbagai hal yang telah diamati oleh pancaindera siswa, maka siswa tersebut akan dapat belajar dengan baik, sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang baik. Pada fase reproduksi, siswa diharapkan dapat mengingat kembali pesan dan kesan dari berbagai materi atau bahan pelajaran yang dipelajari melalui pengamatan. Sedangkan pada fase motivasi, yaitu bagaimana para siswa dengan melalui fase perhatian, fase retensi, dan fase reproduksi, mereka termotivasi untuk aktif melakukan proses belajar melalui pengamatan dan akan diwujudkannya dalam penampilan perilaku yang dapat diamati oleh guru di kelas. Oleh karena itu, teori belajar sosial lebih menekankan proses belajar melalui peniruan model yang diamati melalui interaksi belajar secara sosial di lingkungan sosial.
E. Teori Belajar Konstruktivisme
Belajar
menurut konstruktivisme adalah suatu
proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang
dipelajari dengan pngertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya
dapat dikembangkan.
Teori
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa
yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar
sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon,
kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau
menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru,
apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan
pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Menurut
teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan
pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun
sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan
kemudahan untuk proses ini, dengan membri kesempatan kepada siswa untuk
menemukan atau menerapkan ide – ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi
sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru
dapat memberikan siswa anak tangga yang membawasiswa ke tingkat pemahaman yang
lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang mereka tulis dengan bahasa dan
kata – kata mereka sendiri.
Dari uraian
tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme adalah
aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik membina sendiri pengtahuannya,
mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan
konsep dan idea-idea baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan
dimilikinya (Shymansky,1992).
·
Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
Piaget yang dikenal sebagai
konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori
kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun
dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori
kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang
anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari
teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam
pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata
yang dimilikinya.
Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai
berikut:
a) Skemata
Sekumpulan konsep yang digunakan ketika berinteraksi dengan lingkungan disebut
dengan skemata.
Sejak kecil anak sudah memiliki struktur
kognitif yang kemudian dinamakan skema (schema). Skema terbentuk karena
pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang
sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan
keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci berkaki dua. Pada akhirnya,
berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema tentang
binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak, maka
semakin sempunalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan sekema
dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
b) Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang
mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau
pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses
kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru
dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi
tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan
skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan
mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.
c) Akomodasi
Dalam menghadapi rangsangan atau
pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru
dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama
sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang
akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru yang
cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada
sehingga cocok dengan rangsangan itu.
d) Keseimbangan
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara
asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak
seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat
seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.
·
Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky
Ratumanan (2004:45)
mengemukakan bahwa karya Vygotsky didasarkan pada dua ide utama. Pertama,
perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks
historis dan budaya pengalaman anak. Kedua, perkembangan bergantung pada
sistem-sistem isyarat mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya
untuk membantu orang berfikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah, dengan
demikian perkembangan kognitif anak mensyaratkan sistem komunikasi
budaya dan belajar menggunakan sistem-sistem ini untuk menyesuaikan
proses-proses berfikir diri sendiri.
Menurut Slavin
(Ratumanan, 2004:49) ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam
pendidikan. Pertama, dikehendakinya setting kelas berbentuk
pembelajaran kooperatif antar
kelompok-kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda, sehingga siswa dapat
berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi
pemecahan masalah yang efektif di dalam daerah pengembangan terdekat/proksimal
masing-masing. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan
perancahan (scaffolding). Dengan scaffolding, semakin lama siswa
semakin dapat mengambil tanggungjawab untuk pembelajarannya sendiri.
a. Pengelolaan pembelajaran
Interaksi sosial
individu dengan lingkungannya sengat mempengaruhi perkembanganbelajar
seseorang, sehingga perkemkembangan sifat-sifat dan jenis manusia akan
dipengaruhi oleh kedua unsur tersebut. Menurut Vygotsky dalam Slavin (2000),
peserta didik melaksanakan aktivitas belajar melalui interaksi dengan orang
dewasa dan teman sejawat yang mempunyai kemampuan lebih. Interaksi sosial ini
memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual peserta
didik.
b. Pemberian bimbingan
Menurut Vygotsky,
tujuan belajar akan tercapai dengan belajar menyelesaikan tugas-tugas yang
belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah
perkembangan terdekat mereka (Wersch,1985), yaitu tugas-tugas yang terletak di
atas peringkat perkembangannya. Menurut Vygotsky, pada saat peserta didik
melaksanakan aktivitas di dalam daerah perkembangan terdekat mereka, tugas yang
tidak dapat diselesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan dengan bimbingan
atau bantuan orang lain.
No comments:
Post a Comment