Thursday, May 9, 2013

Teori Belajar


TEORI BELAJAR

  • SKINNER
B.F. Skinner (104-1990) berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung (directed instruction) dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning. Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui pengulangan (drill) dan latihan (exercise). Manajemen kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku (behavior modification) antara lain dengan penguatan (reinforcement) yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan pada perilaku yang tidak tepat.
Operant Conditioning atau pengkondisian operan adalah suatu proses penguatan perilaku operan (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan. Perilaku operan adalah perilaku yang dipancarkan secara spontan dan bebas berbeda dengan perilaku responden dalam pengkondisian Pavlov yang muncul karena adanya stimulus tertentu. Contoh perilaku operan yang mengalami penguatan adalah: anak kecil yang tersenyum mendapat permen oleh orang dewasa yang gemas melihatnya, maka anak tersebut cenderung mengulangi perbuatannya yang semula tidak disengaja atau tanpa maksud tersebut. Tersenyum adalah perilaku operan dan permen adalah penguat positifnya.
Skinner membuat eksperimen sebagai berikut: dalam laboratorium, Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut “Skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan, yaitu tombol, alat memberi makanan, penampung makanan, lampu yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri listrik. Karena dorongan lapar (hunger drive), tikus berusaha keluar untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak kesana-kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shaping.
Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati, Skinner menyatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulu-respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang. Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll).
·         Beberapa prinsip belajar Skinner antara lain:
1.      Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
2.      Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3.      Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4.      Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
5.      Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
6.      Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya. Hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasio reinforcer.
7.      Dalam pembelajaran, digunakan shaping.

B. Aplikasi Teori Skinner Terhadap Pembelajaran
1.      Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis.
2.      Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika benar diperkuat.
3.      Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
4.      Materi pelajaran digunakan sistem modul.
5.      Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
6.      Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
7.      Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
8.      Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari pelanggaran agar tidak menghukum.
9.      Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
10.  Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu)
11.  Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat mencapai tujuan.
12.  Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan shaping.
13.  Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan.
14.  Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine.
15.  Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan secara tuntas menurut waktunya masing-masing karena tiap anak berbeda-beda iramanya. Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu yang berbeda-beda. Tugas guru berat, administrasi kompleks.

C. Kelebihan dan Kekurangan Teori Skinner
1. Kelebihan
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan.
2. Kekurangan
Tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan dapat membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. hal tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery learning, tugas guru akan menjadi semakin berat.
Beberapa Kekeliruan dalam penerapan teori Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa. Menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya. Misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada siswa.
Selain itu kesalahan dalam reinforcement positif juga terjadi didalam situasi pendidikan seperti penggunaan rangking Juara di kelas yang mengharuskan anak menguasai semua mata pelajaran. Sebaliknya setiap anak diberi penguatan sesuai dengan kemampuan yang diperlihatkan sehingga dalam satu kelas terdapat banyak penghargaan sesuai dengan prestasi yang ditunjukkan para siswa: misalnya penghargaan di bidang bahasa, matematika, fisika, menyanyi, menari atau olahraga.

  • Edward Lee Thorndike
Edward Lee Thorndike meski secara teknis seorang fungsionalis, namun ia telah membentuk tahapan behaviorisme Rusia dalam versi Amerika. Thorndike (1874-1949) mendapat gelar sarjananya dari Wesleyan University di Connecticut pada tahun 1895, dan master dari Harvard pada tahun 1897. Ketika disana, dia mengikuti kelasnya Williams James dan merekapun cepat menjadi akrab. Dia menerima bea siswa di Colombia, dan mendapatkan gelar PhD-nya tahun 1898. Kemudian dia tinggal dan mengajar di Colombia sampai pension pada tahun 1940.
Dia menerbitkan suatu buku yang berjudul “Animal intelligence, An experimental study of associationprocess in Animal”. Buku ini yang merupakan hasil penelitian Thorndike terhadap tingkah beberapa jenis hewan seperti kucing, anjing, dan burung.yang mencerminkan prinsip dasar dari proses belajar yang dianut oleh Thorndike yaitu bahwa dasar dari belajar (learning) tidak laian sebenaranya adalah asosiasi, suatu stimulum akan menimbulkan suatu respon tertentu.
Teori ini disebut dengan teori S-R. dalam teori S-R di katakan bahwa dalam proses belajar, pertama kali organisme (hewan, orang) belajar dengan cara coba salah (trial end error). Kalau organisme berada dalam suatu situasi yang mengandung masalah, maka organisme itu akan mengeluarkan serentakan tingkah laku dari kumpulan tingkah laku yang ada padanya untuk memecahkan masalah itu. Berdasarkan pengalaman itulah , maka pada saat menghadai masalah yang serupa, organisme sudah tahu tingkah laku mana yang harus di keleluarkan nya untuk memecahkan masalah. Ia mengasosiasikan suatu masalah tertentu dengan suatu tingkah laku tertentu. Seekor kucing misalnya, yang dimasukkan dalam kandang yang terkunci akan bergerak, berjalan, meloncat, mencakar dan sebagainya sampai suatu saat secara kebetulan ia menginjak suatu pedal dalam kandang itu sehingga kandang itu terbuka. Sejak itu, kucing akan langsung menginjak pedal kalau ia dimasukkan dalam kandag yang sama.



A. Teori Belajar yang Dikemukakan Edward Lee Thorndike
Pada mulanya, pendidikan dan pengajaran di Amerika Serikat di dominasi oleh pengaruh dari Thorndike (1874-1949) teori belajar Thorndike di sebut “ Connectionism” karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respon. Teori ini sering juga disebut “Trial and error” dalam rangka menilai respon yang terdapat bagi stimulus tertentu, Thorndike mendasarkan teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku beberapa binatang antara lain kucing, dan tingkah laku anak-anak dan orang dewasa.
Objek penelitian di hadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan membiarkan objek melakukan berbagai pada aktivitas untuk merespon situasi itu, dalam hal ini objek mencoba berbagai cara bereaksi sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi sesuatu reaksi dengan stimulasinya.
·      Ciri-ciri belajar dengan trial and error :
1.Ada motif pendorong aktivitas
2.ada berbagai respon terhadap situasi
3.ada aliminasi respon-respon yang gagal atau salah
4.ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu.
B. Hukum-Hukum yang digunakan Edward Lee Thorndike
1. Hukum latihan :
Hukum ini pada dasarnya sama dengan hukum prekuensinya Aristoteles, jika asosiasi (atau koneksi neural) lebih sering digunanakan, maka koneksinya akan lebih kuat, sedangkan yang paling kurang penggunaannya, maka paling lemahlah koneksinya, dua hal inilah yang berturut-turut disebut dengan hukum kegunaan dan ketidak bergunaan.
2. Hukum efek
Ketika sebuah asosiasi kemudian di ikuti dengan keadaan yang memuaskan, maka hasilnya menguat begitu juga sebaliknya ketika sebuah asosiasi di ikuti dengan keadaanyang memuaskan, maka koneksinya melemah, kecuali untuk bahasa “mentalistik’ (kepuasan bukanlah prilaku), karena hal itu sama dengan pengondisian operasi (operation Conditioning)-nya Skiner. Pada tahun 1929, penelitiannya telah membawanya keluar dari semua dal diatas kecuali apa yang yang kita sebut sekarang dengan penguatan (reinforcement).
Thorndike yang dikenal karena kajiannya tentang Transfer pelatihan (Transfer or Training), kemudian ia percaya (dan masih sering percaya) bahwa mengkaji subjek-subjek sulit meskipun anda tidak akan pernah menggunakannya. Adalah bagus buat anda karena hal itu memperkuat pikiran anda. Hal ini adalah sejenis latihan yang bias memperkuat otot-otot anda. Hal itu kemudian di gunakan kembali untuk membenarkan cara anak belajar bahasa latin, seperti halnya yang digunakan saat ini. untuk membenarkan cara anak belajar kalkulus. Namun dia menyatakan bahwa hanya keserupaan objek kedua dengan yang pertama sama saja yang bias mengarah pada pembelajaran yang meningkat hasilnya dalam subjek kedua. Jadi bahasa latin mungkin membantu anda belajar bahasa Italia, atau belajar aljabar mungkin membantu anda belajar kalkulus, tetapi bahasa latin tidak akan pernah membantu anda belajar kalkulus atau hal-hal lain yang berbeda.
o  Kesimpulan :
Dari uraian diatas maka dapat diambil berapa kesimpulan :
1.    Teori belajar yang dekemukakan Edward Lee Thorndike disebut dengan teori Connectionism atau dapat juga di sebut Trial and Error Learning.
2.    Ciri-ciri Belajar dengan Trial and error adalah :
a.       Ada motif pendorong aktivitas
b.      Ada berbagai respon terhadap situasi
c.       Ada eliminasi respon-respon yang gagal atau salah
d.      Ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan
3.    Hukum-hukum yang digunakan Edward Lee adalah hukum latihan dan hukum efek.


A. Teori Belajar Behaviorisme
Menurut teori behaviorime bahwa belajar terjadi bila perubahan dalam bentuk tingkah laku dapat diamati, bila kebiasaan berperilaku terbentuk karena pengaruh sesuatu atau karena pengaruh peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar. Teori behaviorisme berpandangan bahwa belajar terjadi melalui operant conditioning.
Jika seseorang menunjukkan perilaku belajar yang baik akan mendapatkan hadiah dan kepuasan. Peserta didik yang telah mendapatkan hadiah sebagai penguatan akan semakin meningkatkan kualitas perilaku belajarnya. Sebaliknya, jika peserta didik menunjukkan perilaku belajar yang tidak baik akan mendapatkan hukuman dari guru atau orangtua dengan sasaran agar peserta didik dapat merubah perilaku belajarnya yang tidak baik tersebut.
Penguatan atau reinforcement yang diberikan kepada peserta didik terdiri atas dua macam, yaitu penguatan positif dan negatif. Baik penguatan positif maupun penguatan negatif, keduanya dapat meningkatkan respon dari peserta didik. Penguatan positif ialah stimulus yang bila ditambahkan dalam suatu situasi akan memperkuat individu dalam memberikan respon. Sedangkan penguatan negatif adalah suatu stimulus yang bila dipindahkan dari suatu situasi memperkuat kemungkinan terjadinya respon. Penguatan negative tidak sama dengan hukuman. Penguatan negative memberikan stimulus tingkah laku, sedangkan hukuman dirancang untuk menghentikan perilaku.
Ada dua penerapan penting teori behaviorisme dari Skinner dalam dunia pendidikan, yaitu: (1) modifikasi perilaku yang menggunakan prinsip-prinsip teori behaviorisme dan penerapannya untuk mengubah perilaku anak dengan cara yang sangat spesifik dan menggunakan sistem hadiah dan (2) pengajaran yang terprogram memiliki dua acuan, yaitu (a) cara umum untuk merancang dan menyajikan pengajaran dan (b) suatu produk tertentu (seperti program televisi, mesin pengajaran, naskah, dan slide tape) merupakan produk pemrograman pengajaran yang disajikan dalam satuan-satuan kecil disertai umpan balik segera setelah setiap satuan dipelajari (Moeslichatoen, 1989:11).

B. Teori Psikologi Kognitif
Bruner sebagai ahli teori belajar psikologi kognitif memandang proses belajar itu sebagai tiga proses yang berlangsung secara serempak, yaitu (1) proses perolehan informasi baru, (2) proses transformasi pengetahuan, dan (3) proses pengecekan ketepatan dan memadainya pengetahuan tersebut. Informasi baru dapat merupakan penyempurnaan pengetahuan terdahulu atau semacam kekuatan yang berpengaruh kepada pengetahuan terdahulu seseorang. Misalnya seseorang mempelajari sistem sirkulasi darah secara rinci setelah kurang jelas mempelajari tentang sirkulasi darah tersebut.
Dalam transformasi pengetahuan, orang menggunakan pengetahuan untuk menyesuaikan dengan tugas-tugas (masalah) baru yang dihadapi. Jadi transformasi memungkinkan kita dapat menggunakan informasi di luar jangkauan informasi itu dengan cara ekstrapolasi (membuat estimasi berdasarkan informasi itu) atau dengan interpolasi (untuk mempergunakan informasi) atau mengubah informasi ke dalam bentuk lain (Moeslichatoen, 1989:12).
Bruner memandang belajar sebagai "instrumental conceptualisme" yang mengandung makna adanya alam semesta sebagai realita hanya dalam pikiran manusia. Oleh karena itu, pikiran manusia dapat membangun gambaran mental yang sesuai dengan pikiran umum pada konsep yang bersifat khusus. Hal ini berbeda dengan realisme dan nominalisme. Pandangan Bruner tentang belajar berpusat kepada dua prinsip mengenai hakekat proses dalam memahami: (1) pengetahuan tentang dunianya didasarkan kepada bangunan model tentang kenyataan yang dimilikinya dan (2) model-model itu semula diadopsi dari budaya seseorang kemudian model itu diadaptasi penggunaannya secara perseorangan (Moeslichatoen, 1989:13). Semakin bertambah dewasa kemampuan kognitif seseorang, maka semakin bebas seseorang memberikan respon terhadap stimulus yang dihadapi. Perkembangan itu banyak tergantung kepada peristiwa internalisasi seseorang ke dalam sistem penyimpanan yang sesuai dengan aspek¬-aspek lingkungan sebagai masukan.
Teori belajar psikologi kognitif menfokuskan perhatiannya kepada bagaimana dapat mengembangkan fungsi kognitif individu agar mereka dapat belajar dengan maksimal. Faktor kognitif bagi teori belajar kognitif merupakan faktor pertama dan utama yang perlu dikembangkan oleh para guru dalam membelajarkan peserta didik, karena kemampuan belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh sejauh mana fungsi kognitif peserta didik dapat berkembang secara maksimal dan optimal melalui sentuhan proses pendidikan.
Peranan guru menurut teori belajar psikologi kognitif ialah bagaimana dapat mengembangkan potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik. Jika potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik telah dapat berfungsi dan menjadi aktual oleh proses pendidikan di sekolah, maka peserta akan mengetahui dan memahami serta menguasai materi pelajaran yang dipelajari di sekolah melalui proses belajar mengajar di kelas.
Oleh karena itu, para ahli teori belajar psikologi kognitif berkesimpulan bahwa salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran di kelas ialah faktor kognitif yang dimiliki oleh peserta didik. Faktor kognitif merupakan jendela bagi masuknya berbagai pengetahuan yang diperoleh peserta didik melalui kegiatan belajar mandiri maupun kegiatan belajar secara kelompok.
Pengetahuan tentang kognitif peserta didik perlu dikaji secara mendalam oleh para calon guru dan para guru demi untuk menyukseskan proses pembelajaran di kelas. Tanpa pengetahuan tentang kognitif peserta didik guru akan mengalami kesulitan dalam membelajarkan peserta didik di kelas yang pada akhirnya mempengaruhi rendahnya kualitas proses pendidikan yang dilakukan oleh guru di kelas melalui proses belajar mengajar antara guru dengan peserta didik.

C. Teori Belajar Humanisme
Ahli humanisme yang diwakili oleh Carl R. Rogers kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar maupun emosional peserta didik. Oleh karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa motivasi belajar harus bersumber pada diri peserta didik (Morris, 1982).
Rogers (Morris, 1982) membedakan dua ciri belajar, yaitu (1) belajar yang bermakna dan (2) belajar yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran, akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik.
Roger (Morris, 1982) sebagai ahli dari teori belajar humanisme mengemukakan beberapa prinsip belajar yang penting, yaitu: (1) manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru, (2) belajar akan lebih cepat lebih bermaka bila akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan siswa, (3) belajar dapat ditingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar, (4) belajar secara partisipatif jauh lebih efektif daripada belajar secara pasif dan orang belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri, (5) belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun perasaan akan lebih baik dan tahan lama, dan (6) kebebasan, kreativitas, dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri sendiri dan evaluasi dari orang lain tidak begitu penting.
Bagaimana proses belajar dapat terjadi menurut teori belajar humanisme?. Orang belajar karena ingin mengetahui dunianya. Individu memilih sesuatu untuk dipelajari, mengusahakan proses belajar dengan caranya sendiri, dan menilainya sendiri tentang apakah proses belajarnya berhasil.
Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar siswa menurut pandangan teori humanisme adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam: (1) membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar siswa bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu siswa untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar, (3) membantu siswa untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada siswa, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai siswa sebagaimana adanya (Morris, 1982).

D. Teori Belajar Sosial
Teori belajar sosial ini dikembangkan oleh Bandura yang merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional. Teori belajar sosial ini menekankan bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan kepada seseorang tidak random, lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya. Suatu perspektif belajar sosial menganalisis hubungan kontinyu antara variabel-variabel lingkungan, ciri-ciri pribadi, dan perilaku terbuka dan tertutup seseorang. Perpektif-perspektif ini menyediakan interpretasi-interpretasi tentang bagaimana terjadi belajar sosial dan bagaimana kita mengatur perilaku kita sendiri (Dahar, 1992:28). Konsep-konsep utama dari teori belajar sosial ialah sebagai berikut:

1. Pemodelan (Modelling)
Menurut teori belajar sosial tentang modeling, yaitu bahwa peserta didik atau individu melakukan aktivitas belajar dengan cara meniru perilaku orang lain, dan pengalaman vicarious, yaitu belajar dari kegagalan dan keberhasilan orang lain. Bandura merasa bahwa sebagian besar belajar yang dialami oleh manusia, tidak dibentuk dari konsekuensi-konsekuensi melainkan dibentuk atau belajar dari suatu model. (Dahar, 1992:28). Sebagai contoh guru olah raga mencontohkan kepada siswa tentang cara main sepak bola yang baik, maka siswa menirunya.

2. Fase Belajar
Menurut Bandura (Dahar, 1992:28) ada empat fase belajar dari model, yaitu fase perhatian, fase retensi, fase reproduksi, fase motivasi lalu muncul dalam bentuk penampilan. Pada fase perhatian dalam belajar observational ialah memberikan perhatian kepada suatu model. Pada umumnya siswa memberikan perhatian kepada model-model yang menarik, berhasil, menimbulkan minat, dan popular. Itulah sebabnya banyak siswa-siswa remaja dengan mudah dan cepat meniru model-model pakaian trendi karena menarik perhatian, sekalipun model pakaian tersebut mengabaikan aspek normatif dan etika dalam berbusana.
Pada fase retensi siswa dilatih agar dapat tetap mengingat berbagai hal yang telah dipelajari melalui proses pengamatan di lapangan. Hanya dengan mengingat berbagai hal yang telah diamati oleh pancaindera siswa, maka siswa tersebut akan dapat belajar dengan baik, sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang baik. Pada fase reproduksi, siswa diharapkan dapat mengingat kembali pesan dan kesan dari berbagai materi atau bahan pelajaran yang dipelajari melalui pengamatan. Sedangkan pada fase motivasi, yaitu bagaimana para siswa dengan melalui fase perhatian, fase retensi, dan fase reproduksi, mereka termotivasi untuk aktif melakukan proses belajar melalui pengamatan dan akan diwujudkannya dalam penampilan perilaku yang dapat diamati oleh guru di kelas. Oleh karena itu, teori belajar sosial lebih menekankan proses belajar melalui peniruan model yang diamati melalui interaksi belajar secara sosial di lingkungan sosial.

E.     Teori Belajar Konstruktivisme
Belajar menurut  konstruktivisme adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pngertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan.
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan membri kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide – ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang membawasiswa ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang mereka tulis dengan bahasa dan kata – kata mereka sendiri.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik membina sendiri pengtahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan idea-idea baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya (Shymansky,1992).

·         Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut:
a)    Skemata
Sekumpulan konsep yang digunakan  ketika berinteraksi dengan lingkungan disebut dengan skemata.
Sejak kecil anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema (schema). Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci berkaki dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak, maka semakin sempunalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan sekema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
b)   Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.
c)    Akomodasi
Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
d)   Keseimbangan
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.
                                                                                                      
·         Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky
Ratumanan (2004:45) mengemukakan bahwa karya Vygotsky didasarkan pada dua ide utama. Pertama, perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks historis dan budaya pengalaman anak. Kedua, perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang berfikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah, dengan demikian  perkembangan kognitif anak mensyaratkan sistem  komunikasi budaya dan belajar menggunakan sistem-sistem ini  untuk menyesuaikan proses-proses berfikir diri sendiri.
Menurut Slavin  (Ratumanan, 2004:49)  ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan. Pertama, dikehendakinya setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar kelompok-kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda, sehingga siswa dapat berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam daerah pengembangan terdekat/proksimal masing-masing. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan perancahan (scaffolding). Dengan scaffolding, semakin lama siswa semakin dapat mengambil tanggungjawab untuk pembelajarannya sendiri.
a.    Pengelolaan pembelajaran
Interaksi sosial individu dengan lingkungannya sengat mempengaruhi perkembanganbelajar seseorang, sehingga perkemkembangan sifat-sifat dan jenis manusia akan dipengaruhi oleh kedua unsur tersebut. Menurut Vygotsky dalam Slavin (2000), peserta didik melaksanakan aktivitas belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sejawat yang mempunyai kemampuan lebih. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik.
b.    Pemberian bimbingan
Menurut Vygotsky, tujuan belajar akan tercapai dengan belajar menyelesaikan tugas-tugas yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah perkembangan terdekat mereka (Wersch,1985), yaitu tugas-tugas yang terletak di atas peringkat perkembangannya. Menurut Vygotsky, pada saat peserta didik melaksanakan aktivitas di dalam daerah perkembangan terdekat mereka, tugas yang tidak dapat diselesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan dengan bimbingan atau bantuan orang lain.

No comments:

Post a Comment